KODE Dfp 1 Proposal Ternak Sapi | Proposal-Materi-hanyausaha

Proposal Ternak Sapi

KODE 200x200
KODE 336x320 atau in artikel
KELOMPOK PETERNAKAN
MADANI
Kampung Lapang, Desa Cipada, Kecamatan Cikalong wetan,
 Kabupaten Bandung Barat



PROPOSAL PENGEMBANGAN
KELOMPOK PETERNAKAN
SAPI POTONG




Dibuat oleh : Hendrayana. SPt

Email : hendrayanaqib2@gmail.com
2010


  1. PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang berdampak langsung pada peningkatan pendapatan perkapita penduduk telah menyebabkan meningkatnya permintaan dan konsumsi daging, termasuk daging sapi. Hal ini tampak jelas dari pertumbuhan jumlah sapi yang dipotong maupun daging sapi yang dikonsumsi secara nasional beberapa tahun terakhir.

Jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 200 juta jiwa. Menurut Dirjen Bina Produksi Peternakan ternyata setiap orang Indonesia baru mampu mengkonsumsi daging sapi sekitar 1,7 juta kg/orang/tahun, maka untuk memenuhi daging sapi tersebut diperlukan 1,5 juta ekor sapi lokal untuk menghasilkan daging sebanyak 350.000 ton ditambah dengan impor sapi dari Australia sebanyak 350.000 ekor yang menghasilkan 30.000 ton daging.

Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas daging sapi potong di dalam Negeri, baik yang berasal dari sapi potong impor maupun sapi potong lokal, telah banyak berkembang akhir-akhir ini berbagai usaha penggemukan sapi potong yang dilakukan oleh para feedlotters ataupun para peternak kecil di Indonesia. Bagi peternak kecil, yang kebanyakan adalah petani di desa-desa, usaha penggemukan sapi ini merupakan alternatif yang bisa di lakukan untuk menambah pendapatan keluarga. Dengan penggemukan selama 2 sampai 6 bulan, akan dapat di peroleh hasil berupa nilai tambah berat badan sapi potong dengan kualitas dagingnya yang lebih baik

  1. KELOMPOK PETERNAKAN MADANI
Dikarenakan masih sangat besarnya potensi peternakan sapi di Indonesia, maka kami kelompok Ternak ”MADANI” yang dibentuk sejak Juni 2007 berupaya mengembangkan peternakan sapi yang berlokasi di Kampung Lapang, Desa Cipada Kecamatan Cikalong Wetan Kabupaten Bandung Barat. Selama ini kelompok kami lebih fokus terhadap peternakan Domba sedangkan untuk ternak Sapi baru dimulai tahun 2008 dengan 10 ekor. Adapun pengurus Kelompok Ternak ”MADANI” terdiri dari :
1. Ketua          : Tatang Ramdani
2. Sekretaris    : Saepudin
3. Bendahara   : Udung
Sedangkan untuk pendamping/fasilitator/manajer program selama 2007 hingga sekarang adalah : Hendrayana. SPt

  1. MAKSUD DAN TUJUAN
Sebagai suatu rencana pengembangan, maka pengajuan proposal ini mempunyai maksud dan tujuan diantaranya :
1.      Membantu Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) Nasional 2014
2.      Mengembangkan potensi peternakan sapi pada kelompok
3.      Memberdayakan masyarakat kecil

  1. KONSEP AGRIBISNIS PETERNAKAN BERBASIS KELOMPOK PEMBERDAYAAN

Untuk memberikan arah yang jelas dan gambaran pelaksanaan agribisnis peternakan, maka ditetapkan Visi dan Misi pemberdayaan peternakan sebagai berikut  :
            a. VISI  :
Mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan agribisnis peternakan berwawasan lingkungan
b.  MISI   :
Mewujudkan  peternak  yang   produktif, sukses  dan  sejahtera serta peternakan yang ramah lingkungan
Dengan penjabaran sebagai berikut   :
1.     Membentuk SDM Peternak yang profesional, unggul dan berdaya saing.
2.     Menumbuhkembangkan ekonomi berkeadilan yang  mempunyai basic agribisnis peternakan di pedesaan dalam wujud kelembagaan.
3. Inovasi pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas, produktivitas dan efisiensi kegiatan agribisnis dan industri biologi peternakan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
4.   Menciptakan pasar input dan pasar output guna menunjang perguliran ekonomi peternak dalam kelompok untuk terwujudnya kemitraan yang saling menguntungkan antara pihak peternak dengan pihak lain yang menyediakan input dan yang akan memanfaatkan hasil ternak.

Memperhatikan Visi dan Misi tersebut, maka keberhasilan program peternakan, tidak dapat hanya diukur dalam kemampuannya meningkatkan produksi saja, tetapi juga harus berkemampuan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat peternak dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarganya.
    V.            POLA OPERASIONAL PEMBERDAYAAN PETERNAKAN
Suatu kebijakan yang berupa upaya – upaya real dalam rangka pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM) menuju kehidupan yang lebih baik. Pemberdayaan peternakan dan buruh tani difokuskan pada peningkatan kinerja yang efektif dan efisien terhadap investasi yang dikelolanya serta diarahkan guna mampu mencapai penghasilan sekurang-kurangnya dapat  memenuhi  standar  biaya hidup minimum (Minimum living Cost).
Mekanisme pemberdayaan masyarakat miskin dimulai dari adanya survey lokasi sebagai studi kelayakan mitra, atau dari pengajuan proposal yang masuk kepada lembaga. Survey dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kedhuafaan dan kemauan serta kemampuan mitra dalam kinerja baik sebagai peternak atau sebagai petani secara umum. Setelah penentuan lokasi maka diadakan mekanisme pengenalan lembaga donor untuk lebih meningkatkan kepercayaan antara keduabelah pihak (lembaga – peternak) disamping adanya sebuah motivasi akan pentingnya berkelompok, yang disebut TCM (training calon mitra). Sebagai fokus pemberdayaan adalah individu-individu yang dahulunya terpisah dalam pemikiran, perasaan dan aturan, semenjak TCM akan dipersatukan dalam bentuk kelompok ternak dengan branding nama kelompok yang berbeda di tiap daerah.
Oleh karena itu, pemberdayaan peternakan lebih ditekankan untuk meningkatkan mutu dan peran Sumber Daya Manusia (SDM) peternak dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Begitu pentingnya peran SDM sebagai salah satu komponen pemberdayaan peternakan, maka kebijakan pemberdayaan peternakan harus dapat mengantisipasi berbagai permasalahan yang muncul terkait hal tersebut.
Selama ini, kelompok peternak hanya dipandang sebagai suatu objek (target groups) untuk melaksanakan suatu kegiatan atau program dari berbagai institusi, baik pemerintah, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, ataupun institusi lainnya. Biasanya, kegiatan atau program yang dilaksanakan oleh institusi-instusi tersebut lebih bersifat sentralistik atau top down dan seragam. Kegiatan yang sentralistik tersebut menyebabkan kreativitas lokal tidak dapat muncul karena telah dirancangnya kegiatan tersebut sedemikian rupa. Di samping itu, belum tentu program atau kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan kelompok pada khususnya dan peningkatan kesejahteraan peternak pada umumnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka meningkatkan pemanfaatan sumberdaya lokal berupa potensi peternak dan pakan ternak yang berlimpah, dan sekaligus untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja pertanian yang ada, untuk membuat lapangan pekerjaan agribisnis peternakan pada segment hulu (upstream agribusiness), pada segment usaha budidaya ternak (on farm agribusiness) dan pada usaha agribisnis di segment hilir (down-stream agribusiness), maka pengembangan kegiatan di awali dengan adanya mekanisme penggemukan Ternak (Fatening) pada kelompok untuk menggeliatkan pendapatan peternak, tahap berikutnya adanya breeding pada unit kelompok yang nantinya dikembangkan menjadi pusat perbibitan ternak pedesaan (Village Breeding Center), yang juga dapat diikuti dengan pengembangan di sektor pariwisata agribisnis, bersifat edukasi yang dikemas sedemikian rupa sehingga potensi lokal dapat lebih berkembang dan dikenal oleh stakeholder dalam skala luas (Empowering Product Packaging).
Pengembangan kegiatan tersebut, sangat memerlukan dukungan dari berbagai stakeholders terkait. Agribisnis perbibitan peternakan ini ke depan mempunyai prospek yang sangat cerah, sehingga akan terus dipacu, karena usaha ini merupakan kegiatan agribisnis di segment hulu, yang diharapkan mampu untuk menggerakkan usaha-usaha agribisnis peternakan yang lain pada segment on farm, downstream agribusiness dan kegiatan trading pada market komersil.
Pengembangan kawasan - kawasan pusat perbibitan ternak ini, perlu didesain untuk dapat dikembangkan menjadi kegiatan agribisnis peternakan unggulan daerah, dalam rangka mewujudkan wilayah kelompok mitra sebagai sumber bibit  berbagai  jenis ternak yang berkualitas dan terbesar di provinsi Jawa Barat maupun di tingkat Nasional.  Hal ini dalam mendukung Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) Nasional.
Pada tahap berikutnya lebih ditekankan pada aspek pemasaran melalui jaringan pasar yang sengaja dibuat, untuk lebih memaksimalkan peran strategis dari kelompok. Selama ini kelompok telah bekerjasama dengan yayasan, bandar dan pihak konsumen individu dalam pemasaran sapi. Utamanya waktu Idul Adha, pada tahun 2008 kelompok dapat memasarkan 13 ekor Sapi dan tahun 2009, 24 ekor .
 Gambar 1. Mekanisme pemberdayaan peternakan berbasis komunitas di pedesaan
Aturan Umum Kelompok Pemberdayaan Peternakan
Teknis Pelaksanaan :
1.      Pembentukan Kelompok
Prosedur pembentukan kelompok dimulai dari survey lapangan/analisis kelayakan petani peternak dengan mengacu pada kriteria sebagai berikut:
a.       Dapat mengusahakan atau telah memilki kandang ternak
b.      Bekerja sambilan atau utama dengan penghasilan rendah dan manajemen tradisional (tergolong Dhuafa)
c.       Amanah dan Mampu serta berkeinginan kuat mengembangkan usaha Sapi potong.
d.      Bersedia menjadi mitra anggota dalam kelompok hasil kesepakatan bersama.
e.       Mengikuti Training Calon Mitra (TCM) yang diselenggarakan oleh pemilik program.
2.      Aturan Perguliran dana kelompok
Bentuk kerjasama adalah Syirkah Mudlorobah, dengan :
1.      Manajer Program sebagai Shohibul Maal (Pemilik Modal), dan
2.      Mitra pemberdayaan sebagai Mudlorib (pengelola modal)
Pembagian hasil keuntungan Shohibul Maal dengan Modloorib terjadi setiap ada penjualan Ternak (baik penggemukan atau perbibitan), untuk nisbahnya sebagai berikut ;
1.      Manajer program sebagai Shohibul Maal menggulirkan kembali 40 % dari keuntungan bersih dengan porsi sebagai berikut : 20% untuk penambahan modal, 7,5% untuk obat & vitamin ternak, 7,5% untuk operasional kelompok dan 5% untuk kegiatan kelompok.
2.      Rounded Rectangle: Laba Bersih 100%Mitra peternak sebagai Mudlorib memperoleh sebesar 60 % dari keuntungan bersih.











4.    Pengguliran dana kembali
a.       Uang hasil penjualan domba dilaporkan kepada Manajer kelompok dalam bentuk cash.
b.      Uang hasil penjualan setelah dipotong bagian mitra (Modal + 40%) jika masih di tangan mitra/belum disetorkan maka tidak boleh di pinjam oleh mitra.
c.       Pengguliran dana kembali dilakukan dengan menambahkan hasil keuntungan dan uang pokok pembelian.
d.      Mekanisme pengadaan sampai penjualan Sapi dilakukan seperti aturan sebelumnya dengan Akad baru.
Selanjutnya dana bergulir akan diatur oleh Lembaga Keuangan mikro kelompok.
5.       Kerugiaan dari usaha diatur sebagai berikut :
1.      Kerugian akibat kelalaian Shohibul Maal dan hal-hal diluar kendali serta kerugiaan yang diakibatkan faktor alam menjadi tanggungan pihak  Shohibul Maal
2.      Kerugiaan akibat kelalaian Mudlorib menjadi tanggungan Mudlorib (mitra peternak).
3.      Apabila terdapat kematian atau kehilangan maka mitra peternak harus secepatnya melaporkan penyebabnya kepada pengurus kelompok serta membuat berita acaranya.
4.      Pengurus kelompok harus melakukan investigasi penyebab kematian atau kehilangan kepada mitra peternak.
5.      Surat peringatan akan dikeluarkan kepada mitra peternak membiarkan musibah begitu saja tanpa ada penanganan terlebih dahulu.
6.      Surat peringatan akan diberikan dua kali dan apabila terjadi untuk  ketiga kalinya maka Sapi yang ada pada mitra akan dialihkan kepada anggota lain, tanpa pembagian laba rugi.

6.   Aturan Pengadaan Sapi
a.   Jumlah
Jumlah Sapi untuk mitra peternak ditentukan berdasarkan hasil survey dan kesanggupan peternak (kapasitas kandang). Keputusan akhir jumlah Sapi tiap mitra berada ditangan Manajer kelompok.
b.      Harga
Harga Sapi saat pembelian ditentukan melalui mekanisme tawar menawar dengan pihak penjual yang melibatkan pihak manajer kelompok dengan mitra peternak.

7.   Aturan Pemeliharaan
                        a.   Waktu Produksi
1. Waktu penggemukan Sapi jantan dimulai saat umur pembeliaan dan ditambah minimal 6 bulan masa produksi di kandang mitra.
2. Waktu pembibitan Sapi betina dimulai saat umur pembeliaan dengan cara kawin alami ataupun kawin suntik (IB).
3.  Atau sesuai dengan kesepakatan mitra dengan kelompok
                        b.   Kesehatan
Kesehatan ternak Sapi saat pemeliharaan menjadi tanggung jawab mitra dengan mendapatkan pendampingan dari Manajer kelompok untuk penanganan masalah kesehatan yang tidak bisa ditangani sendiri oleh mitra.
                        c.   Pakan dan obat-obatan
Pengadaan pakan untuk ternak Sapi disediakan dan diusahakan oleh mitra peternak sendiri. Sedangkan obat-obatan disediakan oleh peternak dengan memanfaatkan obat tradisional yang ada dilingkungan mitra peternak dan menggunakan dana kelompok dari bagi hasil (7,5%).
8.   Aturan Penjualan
a.       Pemasaran hasil produksi ternak diutamakan diusahakan bersama pengurus dan Manajer kelompok dengan memanfatkan peluang pasar yang tersedia.
b.      Harga jual ternak hasil produksi disesuaikan dengan kondisi (umur,bobot hidup,bobot karkas, dll) saat terjadi penjualan.

9.   Infak
Setelah transaksi penjualan, uang hasil keuntungan dibagi sesuai kesepakatan maka masing – masing pihak harus mengeluarkan infak yang jumlahnya sukarela.
10. Pertemuan Kelompok
Kelompok diharuskan mengadakan pertemuan rutin guna membahas   hal-hal yang berkaitan tentang masalah kelompok dan pengajian kelompok. Waktu pertemuan disepakati bersama oleh anggota kelompok.
11. Mekanisme Pinjam Potong
                   Mitra anggota kelompok diperkenankan meminjam uang kepada kelompok sebatas perkiraan jumlah keuntungan (60%), jika nanti terjadi penjualan ternak dan keuntungan mitra otomatis akan dipotong disaat terdapat keuntungan hasil penjualan.

Untuk itu, maka keberadaan pemberdayaan peternakan yang semula hanya dititik beratkan pada usaha budidaya ternak, harus dikembangkan menjadi suatu kegiatan yang berwawasan industri biologi peternakan yang dapat dikendalikan oleh peternak. Sehingga komponen pemberdayaan peternakan menjadi  :
(1)   Peternak sebagai subjek pemberdayaan, harus lebih diberdayakan untuk dapat  me-ningkatkan penghasilan dan kesejahteraannya;
(2)   Ternak sebagai objek yang harus diusahakan untuk dapat ditingkatkan produksi dan produktivitasnya;
(3)   Lahan sebagai basis ekologi budidaya ternak harus dapat dilestarikan fungsi kesu-buran hamparan dan fungsi hidrologinya;
(4) Teknologi dan pengetahuan peternakan sebagai cara inovasi untuk meningkatkan efisiensi usaha tani-ternak perlu selalu ditingkatkan, diperbaharui dan dimodernisasi, serta harus disesuaikan dengan kebutuhan para pelaku agribisnis peternakan.
(5)  Pengolahan, pemasaran dan perdagangan   produk– produk agribisnis peternakan yang berkualitas tinggi dengan harga  layak  dan  terjangkau konsumen.
Program pemberdayaan agribisnis berbasis peternakan secara operasional merupakan suatu proses pembangunan melalui pengembangan wilayah berbasis keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya. Arah pemberdayaan agribisnis peternakan seharusnya sudah mengakomodir lokal spesifik dengan menggerakkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha. Pada awalnya pemberdayaan agribisnis peternakan dapat difasilitasi dan diintroduksi oleh pihak lembaga, kemudian untuk selanjutnya ditumbuhkembangkan oleh masyarakat di kawasan tersebut. Sehingga kawasan agribisnis peternakan tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai pusat berbagai pertumbuhan ekonomi wilayah. Selanjutnya dalam hal ini pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator dan dinamisator.

Dari Kelompok Peternak Menjadi Kelembagaan Peternak
Berikut diuraikan mengenai definisi kelembagaan agribisnis, peternak, dan kelembagaan peternak sebagai berikut:
1. Kelembagaan agribisnis adalah lembaga-lembaga yang mendukung kegiatan agribisnis yang dimulai dari subsistem sarana dan prasarana produksi, subsistem budidaya, subsistem pengolahan, dan subsistem pemasaran. Misalnya, lembaga pemerintah, koperasi, lermbaga penelitian, dan sebagainya.
2. Peternak adalah pelaku usaha agribisnis yang sumber penghasilannya berasal dari pengelolaan usaha agribisnis peternakan baik usaha monokultur (peternakan saja) ataupun polikultur (terpadu dengan usaha agribisnis komoditas lainnya)
3. Kelembagaan peternak adalah organisasi yang tumbuh dari, oleh, dan untuk masyarakat sendiri yang didasari atas kesamaan kepentingan di bidang peternakan dan memiliki aturan dan administrasi tentang kegiatan peternak dan recording ternak.
Pengembangan kelembagaan peternak ditujukkan untuk kemandirian dan ketangguhan kelompok peternak sebagai subyek pemberdayaan dan mampu mengangkat perekonomian rakyat. Pada umumnya, usaha yang dilakukan oleh kelembagaan peternak bersumber pada ketrampilan yang dimiliki kelompok, modal sendiri dan seadanya. Sehingga dengan adanya pembinaan dan pemberdayaan kelembagaan peternak diharapkan terjadi keterpaduan usaha mulai dari penanganan budidaya sampai pada pemasaran hasilnya. Oleh karena itu, upaya yang dapat ditempuh untuk pemberdayaan kelembagaan peternak tersebut dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Mendorong dan membimbing para peternak yang semula berusaha sendiri (usaha rumah tangga) agar mampu bekerjasama dibidang ekonomi secara berkelompok. Usaha tetap dijalankan di masing-masing keluarga, sedangkan aspek yang dikerjasamakan dalam kelompok seperti pengadaan sarana produksi, penjualan hasil produksi, pasar ternak kelompok, dan upaya mendapatkan pendanaan dapat diusahakan dalam kelompok. Anggota kelompok terdiri dari para peternak yang saling mempercayai, saling kenal satu sama lain, dan mempunyai kepentingan bersama sehingga akan tumbuh kerjasama yang kompak dan serasi.
2. Menumbuhkan gabungan kelompok yang usahanya sejenis atau sering juga disebut sebagai asosiasi. Tujuan dari ditumbuhkannya gabungan kelompok ini adalah untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para anggotanya.

Gambar 2.  Transformasi kelompok dari kelembagaan sosial menuju kepada kelembagaan   ekonomi
Kegiatan agribisnis peternakan dikembangkan dengan konsep pemberdayaan  kawasan terpadu dengan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup, diawali dengan menerapkan kegiatan agribisnis inti pengembangan : seperti pengandangan ternak secara koloni (Wisma Ternak), khususnya pada kegiatan budidaya peternakan penggemukan  dan perbibitan Sapi potong. Selanjutnya dengan telah terwujudnya inti pengembangan pada kawasan-kawasan peternakan tersebut, akan menjadi tantangan untuk dapat menumbuhkan kreasi-kreasi penerapan teknologi, guna pengembangan kegiatan agribisnis peternakan yang telah ada, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat peternak setempat.
Dalam keterbatasan yang dilematis tersebut diperlukan jalan keluar yang bijaksana dengan membangun paradigma baru, yaitu sistem peternakan yang berwawasan ekologis, ekonomis dan berkesinambungan, ini sering juga disebut  sustainable mix farming atau mix farming.
Sistem  mix-Farming,  ini diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan atau hasil ikutannya,  dimana setiap mata rantai siklus menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dengan sistem ini diharapkan pemberdayaan dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh daerah (kabupaten/kota) dapat lebih dioptimalkan.  Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam hal kecukupan pangan dengan cara mengembangkan sistem pertanian yang terintegrasi misalnya tanaman pangan, pakan dan ternak, juga dapat memanfaatkan hasil samping atau hasil ikutan peternakan seperti kompos (manure), dimana dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk organik dan limbah pertaniannya dapat dipakai sebagai pakan ternak.
Sehubungan hal tersebut di atas konsep pemberdyaan pertanian-peternakan harus dirumuskan secara komprehenship, dimana dapat mengantisipasi berbagai tantangan, seperti pasar global dan otonomi daerah, salah satu model yang dapat mengantisipasi tantangan pasar global adalah pengembangan sistem pertanian yang berkelanjutan (sustainable mixed –farming) dengan berbagai industri peternakan.  Bagi masyarakat pedesaan ternak-ternak seperti kerbau, sapi potong, sapi perah, kambing, domba, memilki peranan strategis karena ternak-ternak tersebut dapat digunakan sebagai tabungan hidup, sumber tenaga kerja bagi ternak kerbau dan sapi potong.  Ternak juga dapat dipakai sebagai penghasil pupuk organik dimana sangat baik untuk meningkatkan produksi pertanian, selain itu ternak juga dapat dijadikan dalam meningkatkan status sosial.
Dalam prespektif ekonomi makro, peternakan merupakan sumber pangan yang berkualitas, misalnya daging ataupun susu merupakan bahan baku industri pengolahan pangan, di mana dapat menghasilkan abon, dendeng, bakso, sosis, keju, mentega ataupun krim dan juga dapat menghasilkan kerajinan-kerajinan kulit tanduk ataupun tulang.  Jadi dari semua kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian dan peternakan dapat menciptakan lapangan kerja.
Itulah barang kali suatu kajian di mana merupakan tuntutan dari semangat pemberdayaan pertanian-peternakan yang disesuaikan dengan permintaan pasar sehingga pengembangan sistem pertanian-peternakan terpadu sangatlah menjanjikan, meskipun tetap harus memperhatikan aspek agro ekosistem wilayah dan sosio kultur masyarakatnya.
Kelembagaan Pemasaran
Keberhasilan usaha ternak tidak hanya ditentukan ketersediaan aspek teknologi peternakan, akan tetapi juga dipengaruhi aspek sosial ekonomi, antara lain pasar. Pasar komoditi mempunyai fungsi sebagai jembatan untuk mempertemukan antara kepentingan produsen (peternak) dengan konsumen. Di dalam proses pemasaran komoditi terdapat tiga fungsi utama yaitu fungsi transaksi (jual-beli), fungsi fisik (pengangkutan, pengolahan, penyimpanan), dan fungsi pelancar (standarisasi dan grading, penanggulangan risiko, pembiayaan dan informasi pasar). Berjalan tidaknya fungsi-fungsi tersebut tergantung pada kelembagaan yang melekat dalam fungsi itu. Jika dalam pemasaran terdapat kelembagaan yang kurang berfungsi akan menyebabkan tidak tercapai pemasaran yang efisien yang dicirikan antara lain biaya pemasaran yang tinggi dan distribusi marjin yang tidak merata. Tidak tercapainya pemasaran yang efisien dapat dipandang sebagai indikator adanya permasalahan dalam kelembagaan pemasaran.
Kelembagaan pasar input dan output memiliki peran penting dalam mendukung keberhasilan usaha ternak rakyat. Keberadaan kelembagaan pasar input dan output dalam usaha ternak itu akan dapat memecahkan masalah dalam usaha ternak. Kelembagaan merupakan fenomena sosial ekonomi yang berkaitan dengan hubungan antara dua atau lebih pelaku interaksi sosial ekonomi mencakup dinamika aturan-aturan yang berlaku dan disepakati bersama oleh para pelaku interaksi, disertai dengan analisis mengenai hasil akhir yang diperoleh dari interaksi yang terjadi.
Secara empiris, kelembagaan pasar input dan output dalam usaha ternak di lapangan kondisinya beragam pada setiap kelompok, demikian halnya dengan usaha ternak rakyat itu sendiri yang bervariasi antar petani ternak di setiap lokasi. Pertanyaannya adalah bagaimana sebenarnya profil kelembagaan pasar input dan output dalam usaha ternak rakyat. sejauhmanakah peran  kelembagaan pemasaran input dan output dalam mendukung keberhasilan usaha ternak. Serta faktor-faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kinerja kelembagaan pemasaran tersebut.
Keberhasilan usaha ternak utamanya ditinjau dari peningkatan pendapatan peternak sangat tergantung pada pembentukan harga yakni proses negosiasi antara peternak dengan calon pembeli. Pembentukan harga dalam transaksi ternak ditentukan oleh mekanisme pasar atau kekuatan permintaan dan penawaran, karena sifat dari pasar ternak yang bebas. Di dalam prakteknya pembentukan harga tidak terlepas dari keterlibatan perantara, baik perorangan maupun lembaga pemasaran atau pelaku pemasaran lainya.
Peran perantara dalam pemasaran ternak dicerminkan pedagang pengumpul/Bandar. Keberadaan pedagang pengumpul/Bandar ini mempengaruhi pembentukan harga karena dalam melakukan pembelian ternak kepada peternak berpatokan pada standar harga yang ditetapkan pedagang besar. Pedagang pengumpul selalu berusaha menekan harga dari peternak agar mendapatkan marjin keuntungan yang besar. Oleh karena itu meskipun di dalam prakteknya pembentukan harga antara pedagang pengumpul dengan peternak dilakukan melalui negosiasi, peternak tetap saja sebagai penerima harga ("price taker") yang menerima harga jual lebih rendah dari pada taksiran harga, sehingga nilai tambah yang diperoleh tetap kecil.
Kondisi demikian tidak terlepas dari dua hal yakni :
(a) pasar ternak cenderung bersifat oligopoly sehingga pihak pedagang berperan dominan dalam penentuan harga dan
(b) adanya kebiasaan petani menjual dalam kondisi terdesak kebutuhan uang tunai, sehingga berapapun yang ditawarkan pembeli disetujui.
Adanya dominasi pedagang disatu sisi dan kebutuhan peternak yang mendesak, memperkuat domain pedagang dan memperlemah petani peternak yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya nilai tambah yang diperoleh peternak dari usaha ternaknya.
Keterlibatan lembaga pemasaran dalam pergerakan produk dari produsen kepada konsumen juga mempengaruhi proses pembentukan harga, karena masing-masing lembaga pemasaran berupaya mendapatkan keuntungan sebagai marjin usaha. Marjin terjadi karena biaya-biaya pemasaran (pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan lainlain) dan keuntungan lembaga pemasaran.
Pasar Swadaya Mitra Kelompok
Kelompok diharapkan mendirikan pasar kelompok input dan output untuk mendukung berputarnya dana mitra kelompok. Mitra merupakan pemegang saham dari pendirian pasar kelompok yang diwakilkan kepada lembaga keuangan kelompok. Proses perguliran dana kelompok sebagian besar tidak hanya pada asset yang berupa ternak, namun juga bergulir dalam wujud pasar kelompok yang dikelola melalui lembaga keuangan,sehingga nantinya dapat menjadi sumber lain pendapatan mitra dari pengelolaan pasar kelompok. 
Seluruh mitra menanamkan sahamnya kepada lembaga keuangan pengelola pasar berupa satu ekor Sapi dengan harga sekitar Rp. 8.000.000, jika di kelompok jumlah mitra 20 orang maka dana yang terkumpul tersebut digunakan sebagai modal awal pendirian pasar swadaya mitra. Pengelolaan dilakukan oleh lembaga keuangan yang professional sehingga setiap tahun saat perkumpulan mitra, hasil dari pengelolaan pasar (retribusi keluar masuk ternak, penjualan sapronak, dll) dapat dibagi merata kepada mitra pemegang saham.
Untuk meningkatkan kinerja pemasaran input dan output usaha ternak diperlukan dorongan untuk terwujudnya kemitraan yang saling menguntungkan antara pihak peternak dengan pihak lain yang menyediakan input dan yang akan memanfaatkan hasil ternak.
  1. TEKNOLOGI PEMBIBITAN DAN PENGGEMUKAN SAPI

                  Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh peternak tradisional dalam peternakan sapi adalah adalah produktivitas ternak sapi yang rendah. Salah satu faktor penyebab rendahnya produktivitas adalah pemilihan pakan ternak yang tidak sesuai dengan sistem pengemukan sapi modern.
                  Para petani tradisional terbiasa menggunakan jerami dan hijau-hijauan sebagai makanan pokok untuk ternak sapi. Sedangkan untuk penggemukan sapi agar lebih intentif dan produktifitas menjadi tinggi maka makanan dengan kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi sangat diperlukan.
                  Teknologi pembibitan Sapi potong yang digunakan adalah dengan kawin suntik (IB) yang bekerjasama dengan dinas peternakan setempat untuk pelaksanaannya. Pemilihan bibit unggul Sapi potong, sehingga keturunannya menjadi unggul dalam proses penggemukan kelak.






  1. RENCANA PEMBANGUNAN KANDANG SAPI

Line Callout 3 (Border and Accent Bar): Kandang Kapasitas 
35 ekor sapi


Line Callout 1: Tempat Makan


Line Callout 2 (Border and Accent Bar): Bak Penampungan Kotoran







VIII.            KEBUTUHAN  MODAL



1. Kebutuhan  Modal  Usaha  Penggemukan dan Pembiakan Ternak Sapi Potong

Kebutuhan Modal untuk usaha peternakan sapi potong dan pembiakan sapi  dengan konsep berbasis agribisnis secara global digunakan untuk Investasi Kandang dan Alat, Pembelian ternak serta biaya operasional.
Secara rinci kebutuhan modal  tersebut  digambarkan dalam Tabel sbb :
A. INVESTASI KANDANG DAN ALAT 
1
Pembangunan kandang
 Rp     15,000,000.00
2
Perlengkapan kandang
 Rp      5,000,000.00
3
Pengelolaan HMT dan Tanaman pangan
 Rp      3,000,000.00
4
Peralatan pengomposan
 Rp      2,000,000.00
5
Instalasi listrik dan air
 Rp      8,000,000.00

TOTAL
 Rp    33,000,000.00
B. PEMBELIAN HEWAN TERNAK 
1
Sapi induk 30 ekor (per ekor Rp.9.000.000)
 Rp   270,000,000.00
2
Sapi bakalan 10 ekor (per ekor Rp.6.000.000)
 Rp    60,000,000.00

TOTAL
 Rp   330,000,000.00
C. BIAYA OPERASIONAL SELAMA 120 HARI 
1
Pakan Konsentrat  sapi induk
 Rp     27,000,000.00


(120 harix5kgx30ekorxRp.1.500)
2
Pakan konsentrat  sapi bakalan
 Rp     10,200,000.00


(120 harix5kgx10ekorxRp.1.700)
3
Vitamin dan Obat-obatan 
 Rp      2,000,000.00
4
Pendampingan
 Rp      6,000,000.00
5
Pengolahan kompos
 Rp      1,800,000.00
6
Listrik, komunikasi, transportasi
 Rp      3,000,000.00
7
Administrasi
 Rp      4,000,000.00

TOTAL
 Rp    54,000,000.00
TOTAL MODAL YANG DIBUTUHKAN
(Modal A + Modal B + Modal C)
 Rp   417,000,000.00

2. Analisis Kelayakan Usaha

Asumsi dasar yang dipergunakan dalam melakukan analisis kelayakan usaha antara lain :
1. Jumlah sapi bakalan yang dibeli
10 ekor
2. Jumlah sapi induk yang dibeli
30 ekor
3. Harga sapi bakalan / ekor
6.000.000
4. Harga sapi induk / ekor
9.000.000
5. Rata-rata PBB harian
0.95kg/ekor/hari
6. Siklus Pemeliharaan sapi penggemukan
120 hari ( 4 bulan)
7. Harga jual sapi penggemukan
8.500.000
8. Harga jual pedet umur 4 bulan
4.000.000
9. Biaya operasional (tetap dan tidak tetap/siklus)
 113,366,666.67
10. Harga jual kompos/kg
400
11. Penyusutan investasi kandang dan alat
10 tahun

Dari analisa rugi laba yang dilakukan, menghasilkan laba pertahun sebesar 10,10% dan B/C rasio sebesar 1,12 sehingga memiliki tingkat keuntungan yang besar. Dengan begitu, usaha yang akan dilaksanakan di kelompok ternak MADANI Desa Cipada Kecamatan Cikalong Wetan Kabupaten Bandung Barat Jawa Barat ini layak’ untuk dilaksanakan.

  1. PERTANIAN TERPADU (Integrasi ternak dan tanaman)
Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering kita sebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan antara kegiatan peternakan dan pertanian. Pola ini sangatlah menunjang dalam penyediaan pupuk kandang dilahan pertanian, sehingga pola ini sering disebut pola peternakan tanpa limbah karena limbah peternakan digunakan untuk pupuk, dan limbah pertanian untuk makan ternak. Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh  hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah  saling melengkapi, mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi produksi  dan meningkatkan keuntungan hasil usaha taninya. 
Sistem produksi ternak sapi yang dikombinasi dengan lahan-lahan pertanian disesuaikan dengan jenis tanaman pangan yang diusahakan. Ternak yang kita pelihara tidak mengganggu tanaman yang kita usahakan, bahkan mendukung.  Dalam hal ini tanaman pangan sebagai komponen utamanya dan ternak menjadi komponen keduanya.  Misalnya ternak kita beri makan dari hasil limbah (jerami) dari sawah,limbah buangan  sayuran atau ternak dapat digembalakan di pinggir atau pada lahan yang belum ditanami dan pada lahan setelah pemanenan hasil, sehingga ternak dapat memanfaatkan limbah tanaman pangan, gulma, rumput, semak dan hijauan pakan yang tumbuh di sekitar tempat tersebut. Sebaliknya ternak dapat mengembalikan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah melalui urin dan kotoran padatnya.
Sebenarnya pertanian terpadu telah dilakukan oleh para petani kita. Petani dapat memanfaatkan limbah tanamannya (misal jerami) sebagai pakan hewannya sehingga tidak perlu mencari pakan lagi, petani juga dapat menggunakan tenaga sapi untuk pengolahan tanah, dan ternak sapi dapat digunakan sebagai investasi (tabungan) yang sewaktu-waktu membutuhkan dapat dijual untuk keperluan yang medesak.
Oleh karena itu upaya ini dapat digalakan pada tingkat petani baik dalam rangka penggemukan ataupun dalam perbanyakan populasi, serta produksi susu. Dengan meningkatnya populasi ternak sapi akan mampu menjamin ketersediaan pupuk kandang di lahan pertanian. Sehingga program pertanian organik dapat terlaksana dengan baik, kesuburan tanah dapat terjaga, dan pertanian bisa berkelanjutan..
Sistem tumpangsari tanaman dan ternak dipraktekkan di daerah  perkebunan.  Tujuan sistem ini adalah untuk pemanfaatan lahan secara optimal.  Di dalam sistem tumpangsari ini tanaman perkebunan sebagai komponen utama dan tanaman rumput dan ternak yang merumput di atasnya merupakan komponen kedua. Keuntungan-keuntungan dari sistem ini antara lain : (1) Dari tanaman perkebunannya dapat menjamin tersedianya tanaman peneduh bagi ternak, sehingga dapat mengurangi stress karena panas, (2) meningkatkan kesuburan tanah melalui proses kembaliya air seni dan kotoran padatan ke dalam tanah, (3) meningkatkan kualitas pakan ternak, serta membatasi pertumbuhan gulma, (5) meningkatkan hasil tanaman perkebunan dan (6) meningkatkan keuntungan ekonomis termasuk hasil ternaknya.

  1. PENUTUP

Usaha penggemukan sapi potong dengan skala usaha 10 ekor selama 120 hari per periode dan pembiakan sapi 10 ekor selama 1-2 tahun, yang terkonsep secara agribisnis terpadu memiliki peluang pengembangan yang sangat luas. Ditinjau dari sisi peluang pasar yang cukup terbuka lebar, ditinjau dari sisi profit yang cukup menguntungkan serta dari sisi kemanfaatan yang cukup besar dan menjanjikan, baik bermanfaat bagi kelompok tani, masyarakat  dan lingkungan sekitar.

Demikian proposal PENGEMBANGAN KELOMPOK PETERNAKAN SAPI POTONG ini disusun, sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam pelaksanaan program

   
Ketua Kelompok Peternakan MADANI                                          Pendamping Kelompok






Tatang Ramdani                                                                  Hendrayana, SPt




























LAMPIRAN

CONTOH PERJANJIAAN KERJASAMA BAGI HASIL PENGGEMUKAN SAPI
















AKAD BAGI HASIL
PENGGEMUKAN TERNAK SAPI
.....................................................
DENGAN
ANGGOTA KELOMPOK TERNAK
MADANI

Pada hari ini,...................,tanggal............bulan.......................tahun 2010, bertempat di...........................................................Kab.Bandung Barat, telah dilakukan AKAD KERJASAMA BAGI HASL PENGGEMUKAN TERNAK SAPI antara pihak-pihak:

I.    Nama                     :
      Alamat                  : 
      No. Identitas         :
      Merupakan penyandang dana / pemberi modal bantuan/ usaha yang untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA.

II. Nama                     :   
      Alamat                  : 
      No. Identitas         :
      Merupakan pengelola modal usaha dalam Kelompok Ternak MADANI untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.

Kedua belah pihak telah bersepakat untuk melakukan kerjasama penanganan usaha penggemukan sapi dalam Kelompok Ternak. Kesepakatan tersebut sebagai berikut :
Pasal 1
Obyek Kesepakatan
1.      Ruang lingkup perjanjian ini meliputi dasar kerjasama pembiayaan usaha bagi hasil antara kedua belah pihak, yaitu pihak pertama sebagai pemodal (Shahibul maal), Pihak kedua mitra pengelola modal (Mudharib) yang tergabung dalam Kelompok Ternak MADANI
2.      Modal usaha yang digunakan untuk pembiayaan anggota kelompok yang  sebesar Rp.....................................................................................................................................
     Terbilang(..................................................................................................................                           .
3.      Pembiayaan ini digunakan untuk penggemukan.......ekor Sapi
4.      Dalam hal keuntungan usaha, KEDUA BELAH PIHAK sepakat untuk berbagi hasil dengan nishbah 40 % (pihak pertama) : 60 % (pihak kedua) dari keuntungan usaha (setiap penjualan), setelah dikurangi biaya operasional lapangan (pengadaan dan penggemukan Sapi).
5.      Usaha yang berkaitan dengan pemeliharaan berlokasi di Desa Cipada Kec. Cikalong Wetan, Kab. Bandung Barat, Jawa Barat.
Pasal 2
Penentuan Laba Bersih
1.      Yang dimaksud laba bersih adalah laba kotor setelah dikurangi dengan biaya pakan dan biaya pembelian sapi (operasional kelompok).
2.      Yang dimaksud laba kotor adalah selisih harga antara harga jual Sapi dengan harga beli Sapi
.
Pasal 3
Hak dan Kewajiban
A. Kewajiban Pihak Pertama
    1. Menyiapkan investasi dan pendanaannya.
    2. Menangani masalah administrasi dan keuangan dari usaha.
    3. Melakukan pemantauan dan evaluasi program serta penjagaan kualitas layanan/pemeliharaan.
    4. Mengeluarkan infak dari keuntungan setiap transaksi penjualan sesuai kemampuan.
B. Hak Pihak Pertama
1.      Mendapatkan pelayanan dan informasi terhadap pemeliharaan dan manajemen kandang pada umumnya (tata laksana kandang).
2.      Mendapatakan informasi selengkapnya dari segala masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan usaha.
3.      Menerima uang bagi hasil sesuai kesepakatan.
C. Kewajiban Pihak Kedua
1.  Menyiapkan kandang bersama seluruh anggota hingga siap operasional.
2. Menangani masalah operasional usaha, perawatan kandang, penyediaan pakan dan aspek pemeliharaan lainnya.
3.      Melakukan pengadaan Sapi
4.      Menjalankan prosedur standart pengelolaan dan manajemen usaha.
5.      Mengeluarkan infak dari keuntungan setiap transaksi penjualan sesuai    kemamapuan.
D. Hak Pihak Kedua
1.      Mendapat bagi hasil penjualan, berupa pembayaran tunai sebagaimana  disepakati kedua belah pihak.
2.  Mendapatkan informasi selengkapnya dari segala masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan usaha.
      3.   Menerima uang bagi hasil sesuai kesepakatan.

Pasal 4
Masa Berlaku
Kesepakatan ini berlaku sejak tanggal.............bulan....................tahun 2010, Sampai tanggal........., bulan....................tahun 20
Pasal 5
Kekuatan hukum
Kesepakatan ini tertulis diatas kertas bermaterai, dan ditandatangani kedua belah pihak sehingga memiliki kekuatan hukum dan selanjutnya dijadikan sebagai dasar gerak usaha.

Pasal 6
Force Majure
1.      Yang dimaksud force majure adalah hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian kerjasama ini, yang diluar kekuasaan kedua belah pihak, seperti bencana alam, huru hara, kerusuhan dan keadaan darurat yang secara resmi dikeluarkan pemerintah
2.      Apabila terjadi Force Majure, PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara tertulis kepada PIHAK PERTAMA paling lambat 1 (satu) bulan setelah terjadi force majure, dan untuk ini PIHAK KEDUA tidak dikenakna kewajiban atau denda apapun juga


Pasal 7
Perselisihan
Apabila terjadi perbedaan dalam menafsirkan kesepakatan ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya melalui musyawarah yang didasari oleh nilai-nilai Islam.
Pasal 8
Tambahan
Apabila ada hal-hal yang belum dan perlu diatur secara tersendiri akan dibuat aturan tambahan yang isi dan jiwanya sejalan dengan kesepakatan ini, dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari kesepakatan ini.
Pasal 9
Penutup
Demikian kesepakatan ini dibuat rangkap 2 (dua) bermaterai, cukup untuk digunakan sebagaimana mestinya oleh para pihak yang berkepentingan. Apabila terjadi kekeliruan di kemudian hari akan dilakukan perbaikan seperlunya.






                                                                        Bandung Barat,............................2010

                        Pihak Pertama,                                                Pihak Kedua,




           
                                                           
         
           














 




Kode 300 x 250
close
==[ Klik disini 1X ] [ Close ]==
Kode DFP2
Kode DFP2